Ikem terduduk lemas di depan tukang sayur. Uang sepuluh ribu dari majikannya hanya bisa untuk membeli beberapa biji cabe, dua ikat kangkung dan sekotak tempe. Terbayang di benaknya, omelan apa yang akan didapat dari majikannya nanti. Harga cabe yang meroket, sayur mayur yang ikut-ikutan mahal ditambah lauk pauk dan bumbu-bumbu yang tak mau kompromi membuat Ikem semakin pusing membelanjakan uang dari majikannya.
Padahal, majikannya ini paling suka sambal dan maunya makan enak. Apa jadinya jika lauknya hanya tempe saja. Lha wong untuk bikin sambal saja, cabenya sudah lima ribu sendiri itupun dihitung jumlah per bijinya. Satu ikat kangkung harganya seribu lima ratus, perlu dua ikat sudah tiga ribu. Sisa dua ribu hanya cukup untuk beli sekotak tempe. Pas sepuluh ribu.
Sebelum harga cabe gila-gilaan, sepuluh ribu bisa buat beli lauk daging ayam seperempat kg, cabe, sayuran dan bumbu. Katakanlah daging ayam enam ribu, kangkung masih seribu seikat dan cabe seribu masih bisa buat sambal yang lumayan pedas, plus masih bisa beli bumbu-bumbu. Sekarang, boro-boro beli daging ayam, lha wong harga cabenya lebih mahal dari daging ayamnya kok. Apalagi kalau bumbunya habis, sepuluh ribu tak akan pernah cukup.
“Ikeeemmmmmm….”
Nah, kan..alamat kena semprot nih..Ikem sudah menyiapkan jawaban jika majikannya tanya macam-macam.
“Lihat, kamu masak apa..sepuluh ribu cuma masak sayur kangkung sama tempe. Sambalnya nggak pedes lagi..kamu korupsi uang belanja ya..”
Ikem mengelus dada. Komentar majikan lebih pedes dari sambal buatannya, dia percaya.
“Nyah..harga cabe sekarang seratus ribu sekilonya, saya beli lima ribu cuma dapat beberapa biji. Harga kangkung seiket seribu lima ratus saya beli dua iket, sisanya dua ribu cuma cukup buat beli tempe..”
“Apa ? Masak harga cabe sekilo lebih mahal dari harga daging sekilo ? Jangan ngarang kamu..”
“Yah..apa nyonyah nggak pernah liat berita di TV..dari kemarin harga cabe naik terus mulai dari 36 ribu, trus 60 ribu sampe sekarang 100 ribu lebih sekilonya..”
“O..jadi sekarang kamu pinter jawab ya..siapa suruh kamu nonton TV kalo saya lagi kerja ? Bukannya beres-beres..pantes tagihan listrik jadi naiiikkkk…!!!”
Ikem tertunduk. Selalu salah dan serba salah. Dasar majikan cerewet dan pelit, dalam hatinya memaki.
“Bener nyah..sekarang harga sayuran, bumbu-bumbu dan lauk pauk juga ikut naik..mestinya anggaran belanjanya juga ikut dinaikkan..”
“Nggak usah ngatur, mulai besok aku belanja sendiri. Kamu tinggal masak, paham ?”
Ikem mengangguk. Silakan saja, biar tahu harga-harga sekalian. Emang enak ngatur duit..dalam hati Ikem membatin.
Besok paginya, tersedia seikat bayam, ayam ¼ kg dan bumbu dapur tanpa cabe. Ikem bertanya-tanya dalam hati, tidak bikin sambal ? Bukankah majikannya selalu suka dengan sambal ?
“Ikem..kamu siapkan kaleng-kaleng bekas kue, tanam biji ini di kaleng pakai tanah di kebun. Trus nanti sore, kamu bikin sambal jahe. Aku masih bisa makan sambal tanpa cabe untuk sementara, tapi aku nggak bisa makan tanpa daging ayam. Ngerti ?”
Ikem mengangguk-angguk. Dirinya mulai mengerti, anggaran belanja tidak akan dinaikkan. Sementara dia punya tugas baru menanam tanaman cabe, menyiramnya dan memanennya untuk majikannya yang gembrot itu beberapa bulan ke depan nanti.
“Nyah..kalau sambal jahe bumbunya apa ya ?”
“Sama saja seperti bikin sambal biasanya, cuma cabenya diganti jahe..ngerti ?”
“Ngerti nyah..”
Keesokan harinya, Ikem melihat berita di televisi kalau harga cabe mulai turun. Ikem sedikit sumringah, terbayang di benaknya jika harga cabe mulai murah, tak perlu repot-repot menanam cabe yang gampang-gampang susah karena cuaca ekstrim. Baru saja Ikem mendapat laporan dari tetangganya yang menanam 10 pot tanaman cabe, mati semua terserang hama ditambah hujan yang terus menerus disertai angin kencang. Oalah..apa memang sesulit itu menanam cabe di jaman sekarang. Padahal pupuk yang diberikan juga tidak sedikit.
Didorong oleh rasa ingin tahunya yang besar, suatu hari, Ikem ingin konfirmasi soal harga cabe yang mulai turun di tukang sayur.
“Di TV harga cabe sudah turun ya pak..”
“Kalau begitu, beli cabe di TV saja..”
Ikem ternganga mendengar jawaban tukang sayur. Apa lacur, harga cabe di tukang sayur masih sama seperti kemarin-kemarin. Masih mahal, lima ribu cuma dapat beberapa biji cabe. Tiba-tiba Ikem merasa pusing, bingung menentukan mana yang benar. Berita di TV yang asal atau tukang sayur yang nggak mau nurunin harga, atau memang harga cabe yang turun itu cuma hoax belaka. Argh…salam hu hah.