Selasa, 25 Januari 2011

PANCASILA, SEBUAH WACANA KOSONG

Diposting oleh re di 20.36
Tanggal 1 Juni 2010, Pancasila tepat merayakan hari jadinya yang ke-65. Di usianya yang terus bertambah, seperti layaknya seorang manusia, Pancasila pun sebagai dasar dari NKRI kini sudah menapaki usia pensiun. Sebuah masa ketika Pancasila seperti seonggok sampah yang tak berguna karena sudah tua.
Namun, Pancasila bukanlah seorang manusia. Ia adalah sebuah dasar dari sebuah negara besar, sebuah negara yang dapat terbebas dari jerat imperialisme dan kolonialisme. Patutkah Pancasila dipensiunkan?
Pancasila kini nampaknya hanyalah sebuah wacana kosong. Begitu juga dengan temannya, Bhinneka Tunggal Ika. Mereka yang terletak dalam satu bingkai seekor burung Garuda yang gagah, hanya menjadi komplementer dan pajangan yang diapit dua foto orang terbesar di Indonesia ini.

Lima Pilar Yang Rapuh
Indonesia, berdiri di atas lima pilar utama. KeTuhanan, peri kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan kesejahteraan rakyat. Lima pilar yang berpegang pada Bhinneka Tunggal Ika itu harus tetap berdiri berdampingan untuk menopang Indonesia. Satu saja dari mereka jatuh, maka jatuhlah Indonesia. Hal ini terbukti sekarang. Pilar mana yang tidak rapuh?

Adakah orang Indonesia ini berkeTuhanan?
Semakin derasnya kemajuan IPTEK, hanya membuat orang-orang berpaling dari Tuhan menuju IPTEK. Parahnya lagi, ada juga kumpulan-kumpulan orang yang menggunakan Tuhannya untuk berkuasa di kancah politik Indonesia. Apakah Tuhan itu digunakan sebagai alat untuk berkuasa?
Arus globalisai juga turut andil dalam membuat keTuhanan ini menjadi rapuh. Berkembangnya ideologi-ideologi baru, paham agnostik dan ateis, telah membuat agama hanya sebagai sebuah formalitas dan Tuhan semakin ditiadakan.

Adakah peri kemanusiaan di Indonesia?
Membuka mata terhadap penderitaan rakyat kecil saja sangat sulit untuk dilakukan calon pemimpin di Indonesia. Lihat saja. Berapa banyak dari tiga calon pasangan capres-cawapres yang mau menitikberatkan program kerjanya pada masalah lumpur Lapindo, lemahnya penegakkan HAM, atau keadilan yang bisa diperdagangkan? Padahal, ini juga masalah pokok yang sebenarnya patut diselesaikan disamping masalah di bidang ekonomi dan sebagainya.
Para calon pemimpin Indonesia pun juga melakukan hal yang sama. Ketidakberadaban satu dengan yang lainnya. Persaingan terjadi dengan tidak sehat. Saling sindir, saling menjatuhkan dengan eufemisme, saling menyerang. Inikah contoh untuk rakyatnya jika mau berkuasa harus dengan mengimplementasikan cara yang “sedikit” tidak beradab?

Dimana persatuan Indonesia?
Semua orang yang ada kini telah berada dalam kotak-kotak nya masing-masing. Dengan sekat tak tertembus berupa kepentingan pribadi. Berapa banyak usaha yang telah dilakukan sekelompok orang untuk melepaskan diri dari Indonesia? Mulai dari GAM hingga OPM. Dari daerah Sabang hingga ke Merauke.
Persatuan macam apa yang bisa dibangun jika kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh petinggi-petingginya saja juga tidak bisa mereprresentasikan sebuah kepluralitasan? Pantas jika persatuan itu akan rapuh pada akhirnya dan jangan heran jika nanti -bukan tidak mungkin- lagu “Dari Sabang Sampai Merauke” sudah tidak ada lagi.

Dimana musyawarah?
Musyawarah itu hanya ada di kalangan legislatif pemerintahan Republik Indonesia. Ketika mereka membuat suatu kebijakan, adakah masyarakat juga turut serta dalam pengajakan musyawarah? Minimal, adakah mereka mendengarkan teriakan orang-orang di liar tubuh legislatif? Akhirnya, kebijakan yang dibuat pun hanya menimbulkan kontroversi dimana-mana karena hanya mengedepankan kepentingan golongan tertentu. Padahal, musyawarah itu mutlak dilakukan untuk membentuk suatu kebijakan yang objektif.

Adakah kesejahteraan rakyat?
Jangan melihat kalangan menengah ke atas. Jika melihat mereka, mereka akan tetap saja makmur seperti biasa. Namun, jika kita melihat ke bawah, kenyataannya adalah sebaliknya. Kehidupan serba susah, kemiskinan yang terus merebak dimana-mana, penanggulangan bencana yang tak kunjung usai, dan lain sebagainya.
Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa membat kesejahteraan itu merupakan sebuah proses panjang. Namun, hingga kapan proses itu selesai? Dari masa ke masa, belum nampak satu pemimpin pun yang mampu untuk membuat kondisi rakyatnya menjadi lebih baik.
Terlihat jelas bagaimana Pancasila kini sudah mati. Hanya sekedar sejarah yang nihil dalam implementasinya. Masih mampukah pemimpin Indonesia yang berikutnya membuat Pancasila hidup kembali? Sebuah pertanyaan yang sebenarnya patut juga untuk kita jawab demi melihat apakah Pancasila akan tetap eksis untuk menopang Indonesia atau akan terkubur dan menjadi kenangan.
 

BIG BLOG OF HOAX Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez