Mungkin bagi kebanyakan orang, itu bukan pekerjaan istimewa alias biasa saja. Tapi entah kenapa, saya senang memperhatikan dan mengamati antara tukang parkir di suatu tempat dengan tukang parkir di tempat lain. Dibalik pekerjaan yang biasa itu, tersimpan hal yang menarik untuk direnungkan.
Saya sudah tinggal di Kota Singaraja ini kurang lebih selama 1,5 tahun. Beberapa tempat di kota ini, seperti pasar, warung makan, toko, swalayan, sempat saya kunjungi. Dan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain, saya menemukan karakteristik tukang parkir yang berbeda-beda. Saya ceritakan dua diantara mereka sebagai perbandingan yang secara umum cukup mewakili.
Tukang parkir yang pertama, adalah di Toko Kue X, yang kebetulan saya beberapa kali kesana. Toko kue itu hanyalah sebuah tempat yang kecil. Tidak ada halaman, sehingga saya memarkir motor di tepi jalan ketika kesana. Ada seorang tukang parkir yang biasa disana, yaitu seorang Bapak yang sudah lumayan sepuh. Ketika saya ke toko kue tersebut, saya memarkir motor begitu saja di depan toko, kemudian masuk ke dalam untuk memilih-milih kue yang akan saya beli. Begitu selesai, saya pun hendak pulang. Dan ketika melihat motor saya, ternyata posisinya berubah. Motor itu menghadap ke jalan, siap dinaiki, dan saya tidak perlu susah-susah memutarnya.
Setiap kali saya ke toko kue itu, selalu exellent service seperti ini yang saya terima. Diam-diam, dalam hati saya menyimpan kekaguman. Bapak Tua ini mungkin hanya tukang parkir, tapi ia melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh. PROFESIONAL! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkannya. Suatu hari, kebetulan pernah saya tidak punya uang kecil untuk membayar parkir. Tapi hebatnya, Bapak tukang parkir itu tetap tersenyum tulus dan melayani saya dengan pelayanan primanya. Bapak ini tidak hanya profesional, tapi juga baik hati!
Tukang parkir kedua, adalah tukang parkir yang berada di Pasar Y, tempat saya biasa belanja sayur-sayuran. Untuk tukang parkir yang kedua ini, saya memberi nilai yang sebaliknya. Tukang parkir di tempat ini hanya tau menarik uang saja, atau bahasa lugasnya adalah MAKAN GAJI BUTA. Ketika saya memarkir motor, dia tak peduli. Hanya duduk-duduk santai di tepi pasar. Ada suatu kejadian yang agak membuat saya jengkel. Suatu hari, sore sepulang kerja, saya dan teman kos langsung belanja ke pasar. Kebetulan waktu itu habis hujan, jalanan becek. Termasuk tempat dimana saya memarkir motor juga becek (ya iyalah, kan dari tanah). Sayapun kemudian keliling pasar untuk mencari bahan-bahan masakan yang saya butuhkan. Ketika selesai, sayapun kembali ke tempat parkir untuk memarkir motor. Dan sialnya…. di tanah becek itu motor saya posisinya terjepit di beberapa motor lain.
Dengan susah payah, saya dan teman saya berusaha memindah-mindah motor-motor yang menjepit motor kami. Well, terus terang ini pekerjaan yang susah untuk kami, perempuan-perempuan kecil ini. Apalagi ada di antaranya yang motor gede (motornya laki-laki). Begitu kami sudah berhasil mengeluarkan motor, kamipun menaikinya dan mulai menyalakan mesin. Pada saat motor sudah siap pakai itulah,,, tiba-tiba muncul Si Tukang Parkir di dekat kami. Untuk menunggu kami memberi uang parkir, tentunya. Saya pun berbisik ke teman saya yang di boncengan,”Biarkan saja, Yu. Kita pura-pura gak liat aja. Sama halnya ketika dia tadi pura-pura gak liat saat kita mengeluarkan motor dengan susah payah.”
Mungkin di antara pembaca ada yang berfikir bahwa saya lebay. Hal yang kayak gini aja dipermasalahkan. Saya adalah orang yang menghargai kesungguhan dan kebaikan, sekecil apapun itu. Karena di setiap hal yang kita lakukan, Tuhan menilainya. Dan saya yakin, Tuhan memberi nilai tinggi terhadap Bapak Tukang Parkir di Toko Kue itu. Ya, nilai yang jauh lebih tinggi daripada Wakil Rakyat yang tidur ketika sedang rapat.