Kamis, 23 Desember 2010

TUHAN TELAH MATI OLEH AL-QUR'AN

Diposting oleh re di 05.48
ATTENTION :
Semua entry di kategori "DEBAT AGAMA" adalah murni 100% copas dari blog nya Erianto anas, tanpa saya minta ijin dulu dari yang punya. Minta ijinnya belakangan ajah, soalnya dah ngebet pengen posting ,,,     ^ ^...copas ini utuh tanpa ada pengurangan dan penambahan, dan juga skalian sama komen-komennya. 
Yah, singkat kata,,siapain es batu buat ngompres kepala dan selamat baca.
 
 
Anda boleh bingung oleh judul tulisan ini. Boleh juga marah dalam hati. Tapi sebaiknya jangan sampai mengamuk (obat sakit jantung sekarang sudah mahal lho). Walaupun anda adalah seorang umat Islam pemuja Alquran. Walaupun anda seorang penjaga gawang atau satpam Alquran.

Tulisan ini tidak ada isinya. Kecuali hanya menjelaskan apa yang dimaksud oleh judul aneh ini. Atau mungkin oleh judul yang kurang ajar ini.

Okey, mari kita mulai.

Bukankah umat Islam gemar menyatakan bahwa Alquran tidak bisa dipahami secara serampangan? Tidak bisa dipahami secara harfiah. Ayat demi ayat dalam Alquran banyak mengandung hikmah tersembunyi. Banyak perumpamaan. Banyak simbol-simbol. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa untuk bisa memahami Alquran harus menguasai tata bahasa Arab. Harus menguasai ilmu tafsir. Harus dilengkapi oleh ilmu ini itu dan seterusnya. Singkat kata untuk memahami Alquran dibutuhkan waktu yang sangat lama. Sampai-sampai saya sendiri pernah dihardik oleh seseroang ketika disksusi tenang Alquran: “Hey…. Sampai habis umurmu, tidak akan tuntas kamu memahami Alquran”.

Lalu dengan siapa umat Islam bisa belajar mempelajari Alquran? Para sahabat bertanya pada Nabi. Para Tabiin bertanya pada para sahabat. Para tabi tabiin bertanya pada para tabiin. Begitulah seterusnya secara estafet sampai akhirnya pada generasi yang sudah menuliskan tafsirnya dalam bentuk buku. Mulai dari para Ulama, Mutakalimin, Teolog dan Cendikiawan Islam yang tersebar dalam sepanjang sejarah Islam.

Singkat cerita, dari dulu hingga sekarang, Alquran telah menyiksa umat Islam untuk bersusah payah memahami apa kenapa ada apa dan apa maksudnya dari ayat demi ayat dalam Alquran. Bahkan hingga hari ini tafsir demi tafsir atas Alquran terus saja ditulis oleh umat Islam.

Itu artinya apa?

Alquran bagaikan sebuah sisi berlian. Setiap sisi memantulkan banyak cahaya dan warna. Begitulah pancaran dari makna yang terkandung dalam ayat demi ayat Alquran. Sehingga lain Mufassir (penafsir Alquran) akan berbeda makna yang ditangkapnya. Meskipun sumbernya tetap sama.

Lalu mana penafsiran yang paling tepat atas Alquran? Tafsiran ulama mana? Buku tafsir karangan siapa? Dan apa pula ukurannya? Lagi-lagi umat Islam disiksa urat syaraf otaknya oleh Alquran.

Maka disusunlah berbagai metode tafsir. Bahwa tafsir yang benar adalah dengan menggunakan metode begini begitu. Sehingga muncullah beragam metode penafsiran terhadap Alquran. Ada tafsir bil ma’tsur, ada tafsir mawdhu’iy. Kemudian dikenal lagi istilah ada tafsir bercorak Sastra, tafsir bercorak Filsafat/Teologi, tafsir bercorak fiqh (hukum), tafsir bercorak tasawwuf. Belakangan juga ada istilah tafsir kontekstual, tafsir feminis, dan seterusnya.

Singkat kata, wacana tafsir Alquran tidak pernah henti sepanjang zaman. Sehingga Qurais Shihab, dalam bukunya Mukjizat Alquran, pernah menulis bahwa Alquran adalah kitab (buku) yang paling banyak dibaca manusia di dunia. Paling banyak dipuji, dikritik bahkan dihujat. Tapi pernahkah turun Hakim Tertinggi yang menghakimi semua penafsiran atas Alquran? Pernahkah Tuhan, yang mewahyukan Alquran turun tangan mengadili semua tafsir tersebut bahwa ini atau itulah tafsir yang benar?

Sang Pengarang telah Mati!

Inilah ucapan dari seorang Strukturalis Perancis, Rolland Barthes.

Ketika saya membaca sebuah tulisan, sebuah buku, saya akan memahaminya sesuai dengan kapasitas saya sendiri. Saya akan menangkap maknanya sesuai dengan kemampuan saya, dengan segala metode penafsiran yang saya kuasai. Dan setiap orang akan memahaminya dengan cara yang berbeda dan makna yang berbeda. Walaupun yang dibaca adalah tulisan dan buku yang sama. Tapi benarkah itu yang dimaksudkan oleh penulisnya? Hanya penulisnya yang tahu.

Jika penulisnya masih hidup, saya bisa bertanya langsung apa yang ia maksudkan dengan apa yang ia tulis. Tapi setiap penjelasannya tetap saja akan saya pahami dengan cara dan kapasitas yang saya miliki. Itu sebabnya dihadapan seorang dosen yang menjelaskan sesuatu akan berbeda pemahaman para mahasiswanya. Itu sebabnya dihadapan seorang orator, para pengkotbah dan para penceramah, akan berbeda pemahaman hadirin yang mendengarkannya. Padahal sumbernya sama.

Itu artinya apa?

Antara Si Penutur, Sang Pengarang, terjadi proses gravitasi makna. Saling tarik menarik makna. Saling membangun makna. Dalam hal ini, sebuah tulisan, sebuah tuturan, ibarat sebuah rumah yang terbengkalai. Dan pembacalah yang menyelesaikan bangunannya. Dan masing-masing pembaca akan melanjutkan bangunanya dengan bentuk yang berbeda. Dalam hal ini, sebuah tulisan, sebuah tuturan, ibaratnya hanya sebuah stimulus. Sebagai sumber inspirasi. Sebagai percikan bunga api kecil yang akan membakar pengembangan makna yang lebih berkembang bagi para pembacanya.

Nah, bagaimana dengan Alquran?
Pernahkah Tuhan menjelaskan apa makna ayat demi ayatnya pasca Kenabian Muhammad? Pernahkan Tuhan turun ke bumi menjelaskan apa makna Alquran setelah zaman Kewahyuan berakhir?

Sang Pengarang telah mati!

Tuhan telah mati dalam Alquran.
Jejak Tuhan yang tersisa di situ adalah huruf-huruf mati.
Dan pembacalah yang menghidupkannya kembali
Para penafsirlah yang menghidupkannya kembali.

Imam Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan bahwa Alquran itu bisu (tidak bicara).
Tapi mausialah yang membuatnya bicara. Artinya manusialah yang membangun makna dan menghidupkannya. Dalam hati, dalam pikiran, dalam tingkah lakunya. Dalam operasinal hidup nyatanya sehari-hari.

Selesai.
Sebagai penulis tulisan ini sayapun telah mati!



Anonim mengatakan...
Dalam Kristen juga Tuhan membuat umat-Nya harus bekerja keras untuk memahami makna Tri-Tunggal. Konsep ini tidak ada secara eksplisit, sehingga harus disimpulkan secara implisit lewat ayat-ayat pendukung. Akhirnya, sikap yang dibuat orang Kristen, termasuk saya adalah: Tuhan tidak mungkin dipahami 100%. Kita terima konsep itu karena percaya, bukan karena tahu. Nah, setelah percaya, apa saya menjadi orang yang lebih baik bagi semua mahluk? Itu tantangannya. Saya kira pertanyaannya juga sama untuk orang Islam. Apakah tanpa memahami Alquran 100% bisa membuat mereka menjadi rahmat untuk semua mahluk? Saya pikir bisa, sehingga bumi ini menjadi lebih baik

Erianto Anas mengatakan...
Ya saya kira hikmah tulisan ini memang bisa dijadikan untuk semua agama sebenarnya, walaupun saya contohkan pada Alquran.

Apakah tanpa memahami Alquran 100% bisa membuat mereka menjadi rahmat untuk semua mahluk? Saya pikir bisa, sehingga bumi ini menjadi lebih baik

Ya memang bisa. Tapi semua umat bergama bahkan yang tidak beragama pun juga bisa menurut saya. Tergantung pribadi orangnya juga. Tidak tergantung pada agamanya apa.
TUHAN mengatakan...
Sebenarnya Aku gak perlu kalian cari, ngapain kalian repot belajar dari kitab suci? sampe berasap pun kalian baca kitab-kitab itu, dunia ini tak akan jadi lebih baik, percayalah pada kata-kataKu ini

mending kalian urus kerjaan, anak, istri, sawah, dst, dan Aku pun tak repot oleh ocehan kalian yang saban hari bertengkar soal siapa Aku, emangnya yg mau Aku urus kalian doang? mikir donk, galaksi aja yg segede gaban gak reseh kayak kalian. Apa perlu Aku kentutin planet kalian? hah?

Erianto Anas mengatakan...
Wuakakakakakaa........ komentar Tuhan benar-benar membuat tawa segar saya meledak hhhhhh.......!

Anonim mengatakan...
Wah lama gak mampir dah berjibun tulisan anda.

Ya benar tuhan yang anda tulis sudah mati dibunuh oleh para ulama. Ulama yang berlindung dibalik alQuran untuk membuat segala sesuatu terlihat rumit hanya untuk menunjukkan bahwa mereka punya kelebihan dibandingkan umatnya (su’udzon mode on). Pameo yang berlaku adalah kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah.

Tapi kita tidak boleh berhenti pada protes atau mengeluh karena kita sudah mendirikan shalat, ingat salah satu indikator keberhasilan shalat adalah tidak mengeluh (alMaa’rij 70:19~22).

Mari kita buat perubahan. Kita posisikan alQuran sebagai petunjuk/instruction manual. Sebuah instruction manual harus betul2 difahami oleh setiap orang sesuai dengan kepentingannya. Contoh: Sebuah sepeda motor dibuat oleh pabrikan dilengkapi dengan petunjuk/instruction manual. Petunjuk itu terdiri dari bagian pengoperasian, perawatan, perbaikan dan sebagainya. Yang mengendarai (pengguna) harus memahami cara mengendarai sesuai dengan petunjuk yang dibuat. Yang memperbaiki (bengkel) harus memahami petunjuk perbaikan termasuk symptom nya agar bisa mengembalikan performa kendaraan seperti yang di design oleh pabrikan.

Begitu halnya alQuran sebagai petunjuk hidup harus difahami sesuai dengan peran yang dipilih oleh masing2 orang. Apakah mau memilih peran sebagai ummat biasa, orang yang berilmu (ulama), yang berilmu tinggi dan spesifik (ulul albab). Sebagai umat biasa perlu memahamai alQuran sesuai dengan kebutuhan standar hidupnya. Sebagai ulama agama perlu memahami alQuran yang lebih dari umat biasa dalam hal berkaitan dengan hukum tuhan dan kemasyarakatan. Sebagai ulama kedokteran perlu memahami alQuran lebih dari umat biasa berkaitan dengan bidang kesehatan. Begitu juga ulama2 lain seperti ulama fisika, biologi, ekonomi, astronomi, geologi dll.

Untuk memahaminya perlu belajar. Bagaimana cara belajarnya? Perhatikan bagaimana cara anak kecil belajar bicara. Tidak perlu belajar tata bahasa/grammar/nahu-sharaf, morfologi, phonetik segala macam terlebih dahulu tetapi langsung praktek, dan ditingkatkan sedikit demi sedikit sesuai dengan perkembangannya disesuaikan juga dengan kebutuhan. Orang yang mau jadi olahragawan pemahaman tentang bahasa ya sekedar cukup bisa berkomunikasi, tetapi dia akan mempelajari dan berlatih lebih tentang bidang oleh raga yang digelutinya demikian juga dengan pilihan2 yang lain.

Akan halnya alQuran bagi yang belum mampu ya gak usah pake nahu sharaf cukup buka alQuran, kamus bahasa Arab, kumpulkan terjemahan untuk membandingkan satu sama yang lain. Hadits dan tafsir digunakan sebagai referensi saja. Carilah petunjuk sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Ini untuk pemahaman sebagai umat biasa dengan persoalan2 umum. Kalau untuk persoalan2 spesifik atau lebih spesifik lagi tentu harus bertanya kepada ulama masing2 seperti masalah kesehatan harus bertanya kepada ulama (sarjana) kedokteran, masalah cuaca bertanya kepada ulama (sarjana) astronomi, masalah ekonomi bertanya kepada ulama (sarjana) ekonomi. Yang lebih spesifik lagi tentu bertanya kepada ulul albab (doktor) di bidang masing2. Tentu saja para ulama dan ulul albab itu sendiri mencari petunjuk dari alQuran sesuai dengan bidang masing2.

Wah kepanjangan ah .....
Maaf kalau tidak berkenan, ini hanya ungkapan fikiran saya saja, menanggapi tulisan anda.

Salam,

Awung

Anonim mengatakan...
Saya sebagai orang awam sama seperti anda bung er, tapi pengungkapan seperti itu perlu pemahaman penghargaan walaupun memang tidak ada larangan untuk itu. tapi saya yakin 1000 % anda dalam keadaan bingung menghadapi kehidupan ini (tanya pada hati anda!) karena saya juga yakin anda belum benar-benar mengenal diri anda lebih dari 100%.


Salam bingung,


Syafarudin Munthe
arifbisri mengatakan...
hehehe..

ALIF adalah ...
Tugas ALIF adalah....

Maz @Awung.

Saya pernah punya keinginan semacam itu, biar anak (masyarakat biasa) tidak berfikir seperti bapak (kepala masyarakat) dan sebaliknya. termasuk dari segi spiritualnya. Intinya tafsir tepat pada kedudukan manusia itu sendiri, tetapi setelah perjalanan waktu, ternyata pada waktu itu saya terlalu banyak keinginan. jika anda bisa, monggo dilanjutkan, nanti saya bisa minta copynya.... kalao boleh. Saya ikut mendukung.

Salam,

@TUHAN
Menjadi Insan kamil bukan berarti tidak boleh ngeblog lho maz.

Anonim mengatakan...
@arifbisri

"Saya pernah punya keinginan semacam itu, biar anak (masyarakat biasa) tidak berfikir seperti bapak (kepala masyarakat) dan sebaliknya. termasuk dari segi spiritualnya. Intinya tafsir tepat pada kedudukan manusia itu sendiri,...."

Saya cenderung untuk menggunakan kata analisa dibandingkan tafsir sebab tafsir sangat subyektif dan dipengaruhi oleh waktu, sedang analisa sifatnya ilmiah dan akan terus bekembang seiring dengan perkembangan ilmu itu sendiri.

"... tetapi setelah perjalanan waktu, ternyata pada waktu itu saya terlalu banyak keinginan. jika anda bisa, monggo dilanjutkan, nanti saya bisa minta copynya.... kalao boleh. Saya ikut mendukung."

Kedudukan alQuran adalah sebagai manual instruction kehidupan, kalau menginginkan kehidupan ini berjalan sesuai dengan design penciptanya ya masing2 harus membaca/mempelajari dengan teliti petunjuk tersebut. Bisa saja gak usah membaca tapi bertanya pada yang sudah pernah mempelajarinya ya akibatnya seperti kondisi sekarang pemahaman alQuran merupakan monopoli ulama tertentu.

Suatu analogi yang mungkin bisa menggambarkan: Untuk mengendarai sepeda motor yang kita beli bisa saja kita tidak membaca manual instruction nya tetapi bertanya kepada montir di bengkel, atau orang tua kita. Mereka akan menjelaskan sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki, yang mereka pelajari berdasarkan problema yang mereka pernah temukan. Ternyata itu tidak semuanya sesuai dengan problema yang kita hadapi apalagi design motor yang kita beli adalah design mutakhir yang belum ada sebelumnya. Keterangan mereka hanya menduga2 akibatnya bisa fatal.
Motor saya analogikan hidup kita, dan ulama/kyai saya analogikan sebagai montir.

Ini berbeda dengan ulama yang dimaksud alQuran (pemahaman saya). Ulama adalah orang yang berilmu tidak terbatas hanya ilmu agama tetapi sesuai dengan bidang masing2, jadi ada ulama agama, ulama matematika, ulama psikologi, ... mungkin ulama blogger juga. Mereka memang ahli dibidangnya dan mencari petunjuk dalam alQuran sesuai dengan keahlian masing2.

Suatu contoh: Yang kita dapat dari ulama agama bahwa semua ayat yang diawali dengan "robbana", "robbi", "allahuma", itu merupakan doa yang bisa dicomot begitu saja dan diamalkan.
Tetapi kajian ulama "para psikologi" ayat 2:286 itu bukan doa yang harus diamalkan karena doa ini negatif membuat orang malas bekerja keras sedangkan kajian ilmu para psikologi mengatakan bahwa doa memiliki energi positif ke arah yang sesuai dengan grand design. Dengan mengkorelasikan dengan ayat 8:53 dan 28:77 disimpulkan bahwa Allah menunjukkan bahwa ada orang yang berdoa seperti itu.

Allah memang memerintahkan untuk bertanya kepada ulama/ahli dzikir (sarjana), ulul albab (doktor) sesuai bidang masing2 bukan melimpahkan semua pertanyaan kepada ulama/kyai dalam pengertian yang berlaku pada umumnya.

Panjang lagi nih....

Salam,


Awung

Erianto Anas mengatakan...
@ Awung:

Wah lama gak muncul mas Awung. Sibuk yah?

-------

Yah saya setuju dengan penjabaran anda mas. Penafsiran anda luas dan relevan dengan kekinian. Ulama tidak lagi klaim pada mereka yang mengerti agama dalam pegertian tradisonal tapi secara kasar adalah orang yg mngerti hidup dengan segala cabang keilmuan. Mantap!

@ Anonim:

Jangan melempar kebingungan anda sendiri kepada saya. Lebih baik akui saja anda bingung menghadapi diskusi ini. Lihat tuh yang lain. Orang pada punya argumen anda cuma ngoceh.

Salam bingung

arifbisri mengatakan...
Maz @awung

"jadi ada ulama agama, ulama matematika, ulama psikologi, ... mungkin ulama blogger juga."

Sip. ULAMA dalam bidangnya masing2. Tapi menurut saya Matematika juga bagian dari agama, psikologi juga bagian dari agama, dokter spesialis juga bagian dari agama.
Anonim mengatakan...
@arifbisri

"... Tapi menurut saya Matematika juga bagian dari agama, psikologi juga bagian dari agama, dokter spesialis juga bagian dari agama."

Karena alQuran berfungsi juga sebagai furqon silahkan benturkan pendapat anda dengan keterangan yang didapat dari alQuran.
alQuran menyebut Islam sebagai DIIN yang padanan dalam bahasa Indonesia nya gak ada. Mungkin suatu keterpaksaan diin diterjemahkan sebagai agama. Konon agama berasal dari bahasa Sansakerta a = anti, gama = kekacauan.

Salam,


Awung


arifbisri mengatakan...
Maz @Awung

"Karena alQuran berfungsi juga sebagai furqon silahkan benturkan pendapat anda dengan keterangan yang didapat dari alQuran."

--hem.. kira2 pendapat saya yang mana yang harus dibenturkan dengan AlQur'an yang berfunsi AlFurqon ?


"AlQuran menyebut Islam sebagai DIIN yang padanan dalam bahasa Indonesia nya gak ada. Mungkin suatu keterpaksaan diin diterjemahkan sebagai agama"

Yups, betul. Dari situlah saya memakai dasar/istilah bahwa Keilmuan-keilmuan tersebut, BAGIAN dari agama.

Salam,
AL-ISLAM-MODERN mengatakan...
TU....HAN.....pada ribut lagi, gimana nih ?

AL......LAH...... biasa itu, yg penting siapa yakin dgn Al Qur'an, ya yakini dan pelajari sendiri sesuai kemampuan masing2, setelah paham ya jalankan (bahasa kerennya IMPLEMENTASIKAN) terhadap diri sendiri. Bagi yg enggak yakin ya silahkan saja, emangnya mau di bunuh atau di usir dari dunia ini ? Begitu juga yg belajar Al Qur'an sendiri emangnya tidak boleh ?. Al Qur'an di debatkan enggak bakalan selesai, selesainya nanti pada saat SA'A dilanjutkan dengan KIAMAT. Tapi kalau di diskusikan, ya kemungkinan mendekati kebenaran itu ada, tapi benar 100% enggak la. (Gitu aja mikirnya panjang banget)

Dien/di'nu di kamus arab - inggris = law and worshipping.

he...he...Islam saya Islam apa ya ? saya belajar Al Qur'an sendiri, ya bisa juga (menurut saya lho)
ah..ah...muji diri sendiri bolehkan, teruskan sobat..cuap...cuapnya...sampai BOsAN.


Anonim mengatakan...
@arifbisri

Pengertian Diin menurut alQuran (hasil analisa bukan penafsiran) adalah shirathal mustaqiim, jalan yang lurus/jalan bebas hambatan/high way, lengkap dengan sarana yang diperlukan untuk menuju kampung akhirat.

Analoginya begini:
Seandainya kita mau berangkat dari Jakarta ke Surabaya, dan kita belum pernah ke Surabaya, quot kita belum pernah ke akhirat juga, kita akan mencari jalan yang mana yang paling sesuai dengan rencana kita (shirathal mustaqiim). Kendaraan apa yang akan dipakai (teknologi transportasi). Peraturan/rambu2 apa yang harus diketahui dan dipatuhi (agama), peralatan komunikasi apa yang dibutuhkan (gadget), pengetahuan tentang daerah yang dilalui (geografi dan sosiologi), makanan apa yang harus dipersiapkan (teknologi makanan), obat2an apa yang harus dipersiapkan (kedokteran dan farmakologi), dan seterusnya.
Nah diin itu meliputi semuanya. Dari sini jelas perbedaan antara diin dan agama.

Innadinna i’ndallahi islam, diin di sisi Allah adalah Islam. Artinya Allah mengakui ada diin2 lain hanya yang sesuai dengan grand design adalah Islam.
Salam,

Awung

Anonim mengatakan...
@arifbisri

Dari yang anda tulis " ... Tapi menurut saya Matematika juga bagian dari agama, psikologi juga bagian dari agama, dokter spesialis juga bagian dari agama." Sedangkan yang saya dapat dari taddabur alQuran ternyata diin tidak bisa diterjemahkan sebagai agama seperti yang diartikan dalam kamus atau didefinisikan orang dalam wikipedia. Saya sudah memberikan analogi di atas untuk memberikan gambaran diin dan agama dan kedudukan ilmu dalam diin.

Tapi barangkali kalau berbeda pun tidak perlu dipersoalkan, kita sama2 belajar. Insyaallah kalau Allah sudah membukakan ilmu pengetahuan maka akan berbondong2 orang memasuki diin Islam, seperti yang diterangkan dalam surat 110 anNashr.

Salam,

Awung

Anonim mengatakan...
Sebagai penulis tulisan ini sayapun telah mati!

kok kalo udah mati mas Erianto masih nimpalin komen lagi dong... bohong dong (kata anak gw yg 5 SD)

makanya jangan maen telen aja,
Kalau penulisnya al Qur'an masih bisa jawab, ya masih hidup dong..

berfilsafat itu bikin penyakit (wuits jgn marah dulu -motonya Erianto anas), mendingan dengerin musik, kata L. Van Beethoven, Music is the highest revelation of pholosphy (boleh dong sombong jreng.jreng..jreng..) Yang jago musik jago filsafat, yang dengerin belajarnya bisa seneng.. makanya kalau dengerin orang qiraah, alamak sembuh luka hatiku...

arifbisri mengatakan...
maz @Awung. Khusus untuk anda, seumpama saya ganti, kalimatnya bahwa "Matematika bagian dari DIIN ISLAM, biologi bagian dari DIIN ISLAM dst". Bagaimana ?

Beberapa waktu yg lalu saya diajak temen yang lagi mensosialisasikan hal itu di pondok2 pesantren agar pelajaran tersebut tidak dianggap sebagai pelajaran UMUM, melainkan pelajaran (Bagian dari) ISLAM.

Sebagai salah satu contoh, santriwati yang lagi haid, harus bertanya pada sang ustadah, lebih cocoknya bertanya pada dokter spesialis kandungan = ulama dibidang kedokteran spesialis kandungan. dst.

Tapi seumpaman berbeda juga gpp, it's ok. Saya sangat menghargai. bila perlu dan diizinkan saya ikut belajar dg anda.


Anonim mengatakan...
@arifbisri

"...Khusus untuk anda, seumpama saya ganti, kalimatnya bahwa "Matematika bagian dari DIIN ISLAM, biologi bagian dari DIIN ISLAM dst". Bagaimana ?..." Yup, karena diin tidak identik dengan agama, diin melingkupi semuanya dan belum ada padanan yang pas dalam bahasa Indonesia.

Dari komentar2 anda saya menilai (maaf), pendalaman anda terhadap alQuran tidak bisa diremehkan karena itu saya berharap bahwa anda juga mensosialisasikan (minimal menggunakannya sendiri) istilah2 yang benar terutama bagi orang2 yang juga mempercayai dan menggunakan alQuran sebagai petunjuk/manual instruction.

Mari kita sama2 mencari atau lebih praktisnya menjadikan diri kita sendiri orang yang dikehendaki sebagaimana yang dimaksud pada ayat alBaqoroh 269: "Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)."

Salam,


Awung

arifbisri mengatakan...
Maz@awung, Alhamdulillah.

Semoga tetap Sabar dan Istiqomah dalam menjalankan Al-Qur'an. Amiin. Dengan tanpa melupakan HUKUM ALLAH (Bismillahi) yang bertujuan untuk mengasihi dan menyayangi(irrohmaan irrohiimi).

salam,.

Anonim mengatakan...
wuich ..takutku kalo mas anas mati
keuntungan muncul lg dilaman bwh
berarti msh hdp he he
mas... jgn mati dulu... bentar lg natalan
kemana nih rencana ?

0 komentar:

Posting Komentar

 

BIG BLOG OF HOAX Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez