Mesir menyimpan luka sejarah yang teramat dalam sejak kekalahan telak pada perang yang berlangsung hanya 6 hari melawan Israel pada bulan Juni 1967. Mesir pada saat itu adalah lambang keberhasilan bangsa Arab. Dengan kekalahan tersebut, wajah bangsa Mesir telah tercoreng moreng dihadapan negara Arab lainnya dan terhadap semua negara di dunia.
Kepedihan bangsa Mesir semakin runyam, saat Gemal Abdul Nasser wafat. Tokoh ini adalah idola dan inspirator perjuangan bangsa Arab. Gemal Abdul Nasser telah menjadi tokoh muda patriotis yang membawa Mesir pada sistem nasionalisme baru yang lebih demokratis.
Mesir benar-benar tidak menyangka akan dibuat tidak berkutik dalam waktu sesingkat itu. Beruntung kemudian muncul seorang tokoh bernama Anwar Sadat yang kharismanya mampu menggantikan figur Gemal Abdul Nasser, Presiden Mesir sebelumnya. Anwar sadat adalah rekan satu angkatan di Akademi Militer, dan rekan seperjuangan Gemal Abdul Nasser.
Bangsa Mesir terus menunggu sebuah waktu yang tepat untuk membalas kekalahan tahun 1967. Dengan persiapan yang baik, akhirnya Mesir berhasil membalas kekalahan tersebut pada bulan Oktober 1973, dalam suatu perang yang dinamakan Perang Yom Kippur. Perang ini bukan saja sebuah konfrontasi senjata semata, namun sebuah usaha untuk mengangkat derajat dan martabat bangsa Mesir.
Sampai sekarang tidak ada dokumen resmi yang bisa digunakan untuk mengklarifikasi semua kejadian perang udara, sepanjang perang Yom Kippur yang berlangsung 18 hari. Apalagi, menganalisa sebuah pertempuran udara adalah sebuah tugas yang penuh tuntutan dan membuat orang frustasi walaupun sudah dilengkapi dengan dokumen resmi. Hanya orang yang mempunyai latar belakang dan pengalaman di dunia kedirgantaraan dengan kualitas baik yang mampu melakukan analisa pertempuran udara. Contoh klasik yang bisa kita ambil adalah pada Perang 18 hari antara Mesir dan Israel 26 tahun lalu, yang terkenal dengan nama Perang Oktober atau Perang Yom Kippur sebagai sebutan lainnya. Karena data sering dipalsukan untuk tujuan kemenangan perang. Data statistik Israel mengumumkan ada 52 kejadian perang udara melawan Mesir selama perang. Israel juga mengkonfirmasikan telah berhasil menembak jatuh 157 pesawat musuh, sedangkan Mesir belum pernah mengumumkan keberhasilan mereka karena berbagai alasan.
Perang yang dikobarkan oleh Mesir dan Suriah mulai tanggal 6 Oktober 1973 dengan nama Perang Yom Kippur adalah usaha Bangsa Arab untuk membalas kekalahan mereka sebelumnya, baik melalui perang maupun diplomasi melawan Israel.
Untuk menghadapi supremasi Israel yang didukung Blok Barat, Mesir dan Suriah bergantung kepada Angkatan ke-4, Air defence Force (ADF), yang mengoperasikan beberapa baterai Surface to Air Missile (SAM) statis dan bergerak, dengan kualitas yang sama baiknya seperti Anti Aircraft Artollery (AAA) yang mereka miliki. SAM dan AAA yang dimiliki Mesir dan Suriah mampu meng-cover semua wilayah udara yang mereka miliki, bahkan banyak terjadi overlapping coverage.
Mesir sendiri menyiapkan perang ini dengan sangat hati-hati. Egyptian Air Force (EAF) diberikan sebuah misi terbatas pada seluruh rencana operasi yang akan dilaksanakan. Sebuah serangan udara kejutan akan dilakukan untuk membuka serbuan ke Israel. Pesawat-pesawat EAF akan melaksanakan serangan jarak dekat melewati area yang aman dengan perlindungan rudal ADF. Helikopter juga dikerahkan untuk menyusupkan pasukan komando ke wilayah Israel. SAM dan AAA yang jangkauannya bisa melewati perbatasan, akan menghadang rudal dan pesawat Israel yang mengarah ke Mesir atau Suriah.
Pada tahun 1973, EAF yang telah dilatih dengan baik mempunyai kekuatan yang sangat besar. Berdasarkan laporan intelijen blok barat, kekuatan mereka terdiri dari 210 pesawat Mig-21, 100 pesawat Mig-17, 80 pesawat Su-7, 20 pesawat Su-20 dan 25 pesawat bomber jarak jauh Tu-16. Pangkalan udara mereka menjadi semakin tangguh dengan perlindungan AAA dan SAM. Rudal-rudal ini digelar berdasarkan pengalaman yang didapat dari Pertempuran 6 Hari pada bulan Juni 1967.
Kekuatan ini didukung 4 Angkatan Udara di garis depan. Algerian Air Force (AAF) mengirimkan 3 Skadron yang dilengkapi dengan pesawat Mig-21, Mig-17, dan Su-7. 2 Skadron Mirage III AU Libya juga dikirimkan ke Mesir bersama-sama dengan 2 Skadron Hawker Hunter Irak. Pada bulan Juni 1973, penerbang-penerbang Mig-21 Korea Utara jugat telah datang untuk membantu sistem pertahanan udara dengan pesawat Mig-21 di Pangkalan Udara Bir Arida. Janji bangsa Maroko untuk mengirim 1 Skadron F-5 tidak bisa dilakukan, karena penerbang-penerbang dari Skadron tersebut terlibat pemberontakan yang gagal. Pada tanggal 15 Oktober 1973, Saudi Arabia mengirimkan 9 helikopter Bell 205 ke Mesir sebagai tanggapan atas permintaan pemerintah mesir sebelumnya.
Helikopter mesir sudah banyak yang rusak akibat perang sebelumnya. Kekuatan Israel Air Force (IAF) adalah 4 Skadron pesawat F-4E Phantom sebagai kekuatan multirole, 4 Skadron Mirage IIIC dan Mirage V (produksi lokal) untuk Air To Air Combat. Sedangkan 5 Skadron A-4 Skyhawk dan Dassault Super Mystere B-2 digunakan untuk tugas-tugas serangan udara ke darat. Kekuatan ini harus bertempur 310 mil di arena pertempuran melawan kekuatan Mesir yang dibantu Suriah, Aljazair, Irak, dan Libya. Perbandingan kekuatan antara Israel dan negara Arab tersebut adalah 1 : 3. Perbandingan ini tentunya belum termasuk bantuan terselubung negara Barat, yang bisa meningkatkan kemampuan alutsista Israel berlipat-lipat ganda.
Pada tanggal 6 Oktober 1973 pukul 14.00, serangan besar benar-benar dihunjamkan pada setiap urat nadi pertahanan Israel. Mengapa dipilih pukul 14.00 untuk memulai serangan tersebut ? Dengan memulai serangan pada sore tersebut, Mesir akan punya waktu penyerangan di siang hari yang cukup. Israel sendiri tidak akan punya cukup waktu untuk membalas serangan pada siang hari. Bila kegelapan malam sudah datang, pesawat-pesawat Israel akan kesulitan untuk malaksanakan serangan balik ke Mesir.
EAF mengerahkan 200 pesawat tempur untuk menyerang posisi IAF di Sinai pada serangan gelombang pertama. Aksi kedua berupa pendaratan pasukan komando dengan lusinan helikopter Mi-8, sementara Tu-16 digunakan untuk meluncurkan rudal AS-5, rudal dari udara ke darat buatan Rusia. 3 serangan ini berhasil mengejutkan pasukan Israel yang menderita banyak kerugian.
Lima belas menit setelah serangan udara tersebut, 8000 prajurit menggunakan 1000 perahu karet menyeberangi Terusan Suez dan dalam waktu 30 menit mampu menyusup ke berbagai tempat di Israel. Serangan ini diikuti serangan artileri dan senjata dari darat ke darat lainnya.
Namun bukan Israel bila menyerah dalam sebuah serangan seperti itu. Hari-hari berikutnya, Israel yang sempat terkesiap oleh serangan Mesir, berhasil melakukan serangan balasan dan menghadang laju armada koalisi Arab. Apalagi Israel didukung dana dan dukungan internasional yang berlimpah. Pertempuran udara semakin sering terjadi pada konfrontasi tersebut. Serangan udara Mesir sering dilaksanakan dengan formasi 3 pesawat, sedangkan interceptor Israel menggunakan formasi 4 pesawat F-4.
Mengapa begitu sulit untuk membuat sebuah dokumentasi dan analisa pertempuran udara secara terbuka ? Karena masing-masing negara akan merahasiakan detail-detail pertempuran tersebut untuk keamanan strategi mereka masing-masing. Sedangkan orang lain akan mustahil untuk mengikuti jalannya pertempuran yang terjadi jauh di atas awan. Israel sendiri selalu mengumumkan jumlah pesawat yang berhasil ditembak oleh penerbang mereka, tanpa pernah memberikan keterangan yang benar berapa jumlah kerugian yang mereka derita.
Israel memang sangat handal dalam bidang intelijen. Israel bahkan mampu memonitor frekuensi radio pesawat-pesawat EAF, sehingga selalu mengetahui berapa banyak pesawat tempur Mesir yang lepas landas dan kembali ke pangkalannya setiap hari. Sehingga mereka mampu menyiapkan kekuatan yang akan menghadang serbuan musuh tersebut.
Perang akhirnya diakhiri dengan gencatan senjata pada tanggal 22 Oktober 1973. Namun dengan perang ini, bangsa Arab bisa belajar bagaimana untuk menghadapi Israel. Saat sebelumnya, semua yang berbau israel bahkan dianggap tabu buat rakyat Arab. Hal ini membuat bangsa Arab buta terhadap kemajuan Israel. Arab benar-benar tidak menguasai metode untuk menghancurkan kekuatan Israel yang mulai menjadi superior di Timur Tengah. Di lain sisi, rakyat Arab terus saling bertengkar satu sama lain. Lalu, kapan mereka mau belajar bersatu ?
Kamis, 23 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar