Mesir dikuasai oleh Turki Osmani tahun 1517 di masa pemerintahan Sultan Salim I. Tahun 1769 Mesir berhasil lepas dari Turki Osmani selama beberapa periode.
Di bulan Juni 1797, Perancis masuk ke Mesir pertama kali melalui Alexandria yang dipimpin oleh Napoleon. Setelah bentrok berkali-kali antara orang-orang Osmani dengan Perancis, akhirnya Perancis bisa diusir berkat persekutuan antara Osmani, Inggris dan Mamalik. Dan Mesir kembali jatuh ke tangan Turki Osmani pada bulan Oktober 1801.
Berikutnya terjadi perebutan kekuasaan antara Turki Osmani dengan Mamalik serta beberapa golongan yang ada di Mesir. Akhirnya kekuasaan di Mesir berhasil dipegang oleh Muhammad Ali Pasha di bulan Juli 1805.
Untuk membantu Mamalik yang tersingkir dari kekuasaannya di Mesir, Inggris melakukan agresi militer serta menaklukkan Alexandria bulan Maret 1807. Tapi berkat kelihaian Muhammad Ali Pasha dalam diplomasi, di tahun yang sama dia berhasil mencapai kesepakatan untuk memaksa Inggris keluar dari Alexandria pada bulan Agustus 1807.
Di masa Muhammad Ali Pasha - dianggap pendiri Mesir modern- inilah kekuasaan Mesir meluas sampai ke Sudan, Syria, bahkan para tentaranya turut berperang bersama Turki di kapulauan Yunani, Asia Kecil, hingga Eropa Timur. Malangnya Muhammad Ali Pasha diasingkan oleh Sultan Osmani atas tekanan Inggris pada tahun 1840.
Sesudah Muhammad Ali Pasya, Mesir diperintah oleh Abbas I (1848-1854) dan Said Pasha (1854-1863). Namun di masa mereka Mesir mengalami kemerosotan, sampai muncul seorang pemimpin besar yang bernama Khedive Ismail (1863-1879) yang memeperbaiki kembali kehidupan sosial politik di Mesir.
Sementara itu, Terusan Suez mulai direncanakan oleh Ferdinand de Lesseps saat masa Sultan Said Pasha tahun 1857, dan baru mulai digali pada 25 April 1859. Terusan ini dibuka pertama kali tanggal 17 November 1869, kala Khedive Ismail masih memimpin. Berhubung Mesir mengalami kemerosotan ekonomi dengan pembukaan Terusan Suez, ditambah pula campur tangan asing yang berlebihan, akhirnya Sultan Ottoman menurunkan Khedive Ismail dari jabatannya tahun 1879, lalu digantikan oleh anaknya, Taufiq. Sewaktu pemerintahan Taufiq (yang dekat dengan Inggris) inilah terjadi beberapa peristiwa politik penting, diantaranya revolusi yang dipimpin oleh Ahmad Orabi. Menghadapi saat-saat genting seperti itu, Inggris kembali melakukan agresi militer ke Mesir. Setelah pertempuran beberapa kali di kawasan Delta, mereka terus bergerak dan berhasil menguasai Cairo pata 14 Desember 1882.
Inggris baru melepaskan Mesir dan Turki Osmani pada tahun 1914, karena Mesir membantu Turki dalam perang Dunia I yang m,elawan Sekutu (termasuk diantaranya Inggris).
REVOLUSI 1919
Seusai Perang Dunia I pada November 1918, di Mesir muncul pemimpin yang bernama Saad Zaghlul. Ia berusaha dan berjuang menuntut kemerdekaan Mesir dari Inggris. Lalu Inggris menangkap Saad Zaghlul serta mengasingkannya, sehingga membangkitkan kemarahan rakyat Mesir. Maka pada 9 MAret 1919 terjadilah revolusi besar menentang Inggris di Cairo dan seluruh penjuru Mesir yang mennyebabkan Inggris terpaksa merubah kebijakan politiknya terhadap Mesir serta memebebaskan Saad Zaghlul. Pahlawan besar ini akhirnya wafat pada 23 Agustus 1927.
Disela-sela lintasan sejarah itu, Mesir sempat masuk organisasi Liga Bangsa-Bangsa (cikal bakal PBB) pada bulan Mei 1937, dan sekaligus menjadi salah satu negara pemrakarsa berdirinya PBB.
REVOLUSI JULI 1952
Penjajahan Inggris dan campur tangan asing yang merajalela serta perang Palestina 1948, ditambah sistem kerajaan yang menindas rakyat dan tidak adanya demokrasi yang mengakibatkan merosotnya ekonomi serta rusaknya kehidupan sosial, seluruh faktor tersebut memaksa rakyat Mesir meneriakkan satu kata; "revolusi".
Kondisi ini mendorong sebagian perwira -yang menamakan diri Dhubbath Al-Ahrar (Dewan Jendral) dibawah pimpinan Gamal Abdel Naser- untuk merubah dan memperbaiki situasi di Mesir.
Tanggal 23 Juli 1952 pasukan Dhubbath Al-Ahrar bergerak menguasai pusat-pusat pemerintahan dan sarana-sarana vital lainnya, serta mengepung istana Abdeen. Lalu mereka mengeluarkan siaran di radio yang mengumumkan pengambilalihan kekuasaan di Mesir. Ketika itu Mesir masih diperintah oleh Raja Farouk yang naik tahta sejak 1936. Oleh Dhubbath Al-Ahrar, Raja Farouk dipaksa menyerahkan jabatan kepada anaknya, Fouad II. Berhubung Fouad II belum cukup dewasa, maka kekuasaan dipegang junta (dewan pemerintahan), dibentuk oleh Dubbath Al-Ahrar. Tapi mereka melihat bahwa sistem kerajaan tidak cocok lagi dengan kehidupan rakyat Mesir. Akhirnya mereka mengumumkan berdirinya sistem negara Republik pada 18 Juni 1953, dan Jenderal Muhammad Naguib terpilih sebagai presiden pertama sampai tahun 1954.
Diilhami oleh revolusi ini, Sudan, yang sebelumnya masuk wilayah otoritas Mesir, menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1956. Uniknya, Mesir lah yang pertama kali mengakui kemerdekaan Sudan. Selanjutnya, Sudan diterima sebagai anggota Liga Arab.
Kembali kepada penjajahan Inggris, setelah melewati perjuangan nan panjang, akhirnya tentara Inggris berhasil dipaksa keluar dari Mesir. Penarikan terakhir tentara Inggris keluar dari Mesir dilakukan pada tanggal 18 Juni 1956. Dan hari 18 Juni ini termasuk hari besar yang diperingati tiap tahun sebagai 'Iedul Galaa (Evacuation Day).
PERSEKONGKOLAN TERHADAP MESIR
Israel (dibantu oleh Inggris dan Perancis) menyerang Mesir pada tahun 1956. Salah satu sebab langsungnya adalah nasionalisasi Terusan Suez sejak 26 Juli 1956 yang sahamnya banyak dimiliki oleh Inggris maupun Perancis. Namun, dengan menerapkan perang habis-habisan, persekongkolan yang dikenal sebagai al-'Udwan al-Tsulatsi (Tripartote Agression) ini berhasil dilumpuhkan. Lalu Inggris dan Perancis mengudnrukan diri dari koa-kota sepanjang Terusan Suez.
PERANG 1967
Tentara Israel yang bergerak keperbatasan Syiria membuat Mesir gusar dan mengirim tentaranya ke Sinai serta menutup Teluk 'Aqabah yang membawa kerugian besar terhadap Israel. Maka pada 5 Juni 1967 Israel mendadak menyerang Mesir habis-habisan lewat udara, darat dan laut, sehingga mereka berhasil menduduki tepi timur Terusan Suez. Sedangkan di front Suriah, Israel berhasil menguasai dataran Tinggi Golan, bahkan PAlestina dan sebagian Jordan. Hal ini membuat seluruh negara Arab berdiri di belakang Mesir dan bahu-membahu menyerang tantara Israel yang berada di kota-kota Terusan Suez. Dalam saat-saat genting in ipemimpin Gamal Abdel Naser meninggal dunia taun 1970, setelah sebelumnya menggantikan posisi Jenderal Muhammad Baguib sebagai presiden (tanggal 23 Juni 1954).
Tentara Mesir yang dipimpin oleh presiden baru, Anwar Sadat, berhasl menyeberangi Terusan Suez dan menghancurkan kekuatan Israel pada 10 Ramadlan, tanggal 6 Oktober 1973 -pemandangan perang ini dapat anda saksikan secara 'live' di gedung Panorama Oktober, Jl. Salah Salim, Cairo. Rakyat Mesir mengenagnya sebagai peristiwa Ubour. Setelah kemenangan Oktober ini, Israel menyadari kekuatan Mesir, sehingga mereka mau berdamai dan menyerahkan kembali seluruh kawasan Sinai yang direbut ke pangkuan Mesir.
Di kemudian hari, presiden Anwar Sadat mengunjungi Israel pada bulan November 1977 yang dianggap penghianatan oleh bangsa Arab lain. Atas prakarsa Jimmy Carter, presiden AS ketika itu, Anwar sadat dan Menahem Begin menandatangani suatu perjanjian perdamaian di Camp David pada bulan September 1978 yang lantas dikenal dengan Perjanjian Camp David. Hal ini mengakibatkan Mesir dikeluarkan dari Liga Arab (dan markasnya dipindahkan dari Cairo ke Tunis). Tapi akhirnya Liga Arab kembali memasukkan Mesir sebagai anggota (bulan Juli 1990), dan markasnya kembali ke Cairo.
Pada peringatan hari kemenangan 6 Oktober, presiden Anwar Sadat ditembak dalam sebuah parade militer yang diadakan di daerah Nasr City, tahun 1981. Lalu Mohamed Husni Mubarak sebagai wakil presiden menggantikan posisi Anwar Sadat. sejak saat itu diumumkan undang-undang darurat militer yang diberlakukan sampai saat ini.
Pada tanggal 25 April 1982 Israel keluar dari seluruh Jazirah Sinai, berikutnya daerah Thaba pada tahun 1989.
Asal Nama Mesir
Seluruh bangsa Semit yang mengitari Mesir menyebut negeri ini dengan nama Misr, begitu pula dengan bangsa Asyiria. Sedangkan bangsa Aram menyebutnya Misrayin, dan bangsa Ibrani menyebut negeri ini dengan nama Misrayem.
Misr dalam bahasa Semit berarti batas. Bangsa-bangsa Semit yang terdiri dari bangsa-bangsa Asyiria, Aram, Ibrani, dan Arab menyebut daerah yang berada di perbatasan mereka sebagai Misr, dan menyebut orang-orangnya Misriyiin (orang-orang Mesir). Sebagaimana kata Finish dalam bahasa Latin yang berarti juga batas.
Sedangkan orang-orang Qibti menyebut negeri ini di zaman dahulu dengan istilah Kemy, yang berarti hitam atau tanah yang hitam.
Adapun orang-orang Asyiria dalam peninggalan-peninggalan prasasti Venekia menyebut negeri ini sebagai Hecobtah -yang diambil dari sebutan orang-orang Mesir sendiri buat ibukota kerajaan mereka dulu, yaitu Menaf (Memphis) -yang berarti "Bait (persemayaman) Roh Bietah". Bietah adalah Tuhan Mesir yang menangani serta melindungi perindustrian di masa dahulu.
Sementara orang-orang Yunani menyebut Mesir dengan nama Egyptus yang mereka dengar dan ambil dari orang-orang sebelumnya sejak masa dahulu. Dan nama Egyptus ini disebut berulang kali dalam syair-syair pujangga besar Yunani, Homerus.
Adapun kata Qibty berasal dari dibuangnya tanda rafa' dari Egyptus yaitu huruf "u-s (waw dan sin)" dan huruf pertama "E (alif): yang dianggap bangsa Arab sebagai huruf istihlak