PERNAHKAH Anda membayangkan satu kota memiliki dua aturan yang sama sekali berbeda? Tentu akan terjadi kekacauan dan kerancuan. Tapi percayakah Anda, itulah yang terjadi pada alam semesta kita. Ada dua aturan sangat berbeda untuk menjelaskan fenomena dalam alam semesta kita? Aturan itu adalah Teori Relativitas Umum Einstein dan Mekanika Kuantum.
Teori Relativitas Umum menggambarkan alam semesta sebagai hubungan antara materi dan geometri ruang-waktu (spacetime). Materi membuat ruang-waktu melengkung (curved), dan ruang-waktu membuat materi bergerak (motion). Kombinasi geometri-materi inilah yang kita rasakan sebagai gravitasi. Teori Relativitas Umum menjelaskan interaksi pada skala makro atau tingkat kasat mata, misalnya peredaran planet, bintang, dan galaksi
Ketika kita mencoba memahami alam semesta pada ukuran mikro atau tingkat partikel, maka kita harus memakai Mekanika Kuantum. Mekanika Kuantum mendeskripsikan alam semesta sebagai superposisi dari berbagai kemungkinan. Beberapa aturan umum pada skala makro dilanggar, seperti atas-bawah, simetri kanan-kiri, dan bahkan waktu sebelum atau sesudah.
Masalahnya adalah kenapa harus ada dua aturan? Kenapa materi pada skala mikro berperilaku berbeda dengan materi pada skala makro? Walau demikian, berbeda dengan contoh kota yang kacau karena memiliki dua aturan berbeda, alam semesta tetap harmonis. Atas dasar pemikiran itulah, orang berpikir seharusnya ada satu teori umum yang mampu menjelaskan kedua hal tersebut.
Ide penyatuan teori
Sebelum kita masuk pada ide "Penyatuan Teori", ada baiknya kita mengenal dulu interaksi dasar yang mengatur alam semesta. Semua fenomena di alam semesta terjadi karena interaksi antarpartikel. Ada empat interaksi dasar, yaitu elektromagnetik, lemah, kuat, dan gravitasi. Interaksi elektromagnetik menghasilkan listrik, magnet, dan cahaya. Interaksi lemah menyebabkan peluruhan radioaktif. Dan interaksi kuat mengikat proton-proton dan neutron-neutron dalam inti atom. Mekanika Kuantum dipakai untuk menjelaskan mekanisme tiga interaksi pertama ini. Interaksi terakhir, gravitasi, dijelaskan Teori Relativitas Umum.
Adalah Albert Einstein yang pertama kali mencoba menggabungkan keempat interaksi tersebut dalam sebuah teori umum yaitu "Teori Segalanya" (Theory of Everything). Pertama, dia mencoba menggabungkan interaksi gravitasi dengan elektromagnetik, karena secara matematika kedua interaksi ini memiliki sifat sama yaitu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Einstein menghabiskan lebih dari 30 tahun sisa hidupnya berkutat pada masalah ini, namun dia gagal.
Mimpi Einstein tetap hidup. Idenya adalah alam semesta ini seharusnya bisa dijelaskan satu teori tunggal, yang berlaku baik pada dunia makro maupun mikro. Para ilmuwan dari berbagai kalangan terus memburu teori tunggal ini. Mereka percaya, teori ini adalah kunci utama memahami alam semesta sesungguhnya bekerja. Inilah isu utama di kalangan para fisika teoritis.
Sejauh ini, ada dua kandidat utama sebagai "Teori Segalanya", yaitu Model Baku (Standard Model), dan Teori Dawai (String Theory). Artikel ini memberikan gambaran singkat bagaimana dua teori ini menggapai "Teori Segalanya".
Model baku
"Model Baku" memiliki sejarah yang panjang. Ratusan fisikawan berkontribusi dan ribuan eksperimen terlibat untuk mencari sebuah model untuk menjelaskan semua fenomena. "Model Baku" pertama kali diperkenalkan trio Nobel Fisika 1979, Sheldom Glashow, Abdus Salam, dan Steven Weinberg. Disebut "Model Baku" karena teori penyusunnya didukung hasil eksperimen. "Model Baku" sejauh ini adalah pemodelan untuk menyatukan tiga interaksi dunia mikro.
Ide utama "Model Baku" adalah menganggap partikel dasar pembentuk materi (quark dan lepton) adalah sebagai partikel titik. Partikel titik ini berinteraksi dengan partikel titik lain dan saling menukarkan sebuah partikel khusus yang disebut partikel pengantar interaksi (exchange particle). Satu partikel pengantar hanya bekerja khusus pada satu interaksi saja.
Para eksperimentalis sudah menemukan partikel pengantar untuk masing-masing interaksi. Foton untuk interaksi elektromagnetik, W dan Z untuk interaksi lemah, dan gluon untuk interaksi kuat. Satu partikel pengantar yang masih dalam prediksi teori adalah graviton untuk interaksi gravitasi.
Penemuan partikel pengantar ini adalah kunci dari penggabungan teori. Alasannya, pada tingkat energi tertentu maka partikel pengantar pada masing-masing interaksi bersatu dan tidak bisa dibedakan.
Glashow, Salam, dan Weinberg sudah berhasil membuktikan hal ini. Mereka menggabungkan interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah dalam satu Teori Elektrolemah (Electroweak Theory). Tugas selanjutnya adalah menyatukan interaksi kuat bersama interaksi elektrolemah dalam satu teori, "Teori Unifikasi Agung" (Grand Unified Theory).
"Teori Unifikasi Agung" bukanlah masalah gampang karena ada satu sarat yang model ini belum buktikan, yaitu partikel supersimetri. Partikel supersimetri adalah partikel bayangan dari partikel pengantar interaksi. Satu partikel pengantar interaksi memiliki satu partikel supersimetri.
Kalau "Teori Unifikasi Agung" bisa tercapai, selanjutnya tugas yang tak kalah berat adalah mengawinkan dengan interaksi gravitasi dalam satu aturan: Kuantum-Gravitasi. Kendala selanjutnya adalah graviton yang belum ditemukan.
Saat ini "Model Baku" bekerja pada jalur utama fisika partikel dalam menguak rahasia alam semesta. Alasannya karena banyak prediksi teoretis dengan "Model Baku" terbukti secara eksperimental. Kini para eksperimentalis dari berbagai belahan dunia bekerja untuk membuktikan prediksi terbesar dari "Model Baku" ini, Teori Unifikasi Agung dan Kuantum-Gravitasi.
Teori dawai
Teori ini lahir tanpa sengaja pada akhir tahun '60-an, ketika Leonard Susskind dari Stanford University menguraikan persamaan matematika Gabriele Veneziano (Itali) untuk interaksi kuat. Susskind melihat, persamaan tersebut menjelaskan partikel titik dalam Model Baku (quark dan lepton) dan partikel pembawa interaksi memiliki struktur internal, yaitu dawai energi yang bergetar. Dawai tersebut berosilasi, merenggang dan merapat, memutar dan memuntir. Perbedaan frekuensi osilasi pada dawai akan memberikan karakter unik pada partikel tersebut, seperti massa (mass) dan muatan (charge).
Ide Teori Dawai ini berkembang pesat di awal '80-an, setelah Michael Greene dan John Schwarz memperbaiki matematika Teori Dawai. Karya mereka menunjukkan, Teori Dawai mengarah pada penyatuan fenomena mikroskopik dan makroskopik.
Fisika kita sekarang hanya sanggup untuk mengerti "Bagaimana alam bekerja", tapi tidak sanggup menjawab, "Kenapa alam bekerja seperti demikian". "Teori Segalanya" menjanjikan penyatuan semua fenomena alam dalam satu teori umum, memberi jawaban "kenapa alam bekerja demikian". Tidak hanya sampai di sana, misteri awal kelahiran alam semesta pun bisa dilacak.
Akankah mimpi panjang Einstein ini akan berakhir pada suatu kesimpulan? Akankah "Teori Segalanya" menjadi akhir dari Fisika?
Pengenalan
Theory of Everything (ToE), teori segala sesuatu, atau teori super simetri, adalah sebuah harta karun yang masih terpendam; semacam “cawan suci” dalam mitos yang selama ini terus dicari-cari oleh para fisikawan teori. ToE adalah sebuah teori yang menggabungkan 4 gaya dasar alam semesta. Dinamakan 4 gaya dasar/interaksi dasar karena keempat interaksi inilah yang bertanggung jawab atas seluruh gaya-gaya yang dapat diamati di alam semesta. Keempat interaksi tersebut adalah interaksi kuat, interaksi lemah, interaksi elektromagnetik, dan interaksi gravitasi.
Isi
Kekuatan antara interaksi yang satu dengan interaksi yang lainnya dibedakan oleh nilai yang sangat besar. Interaksi kuat, yaitu interaksi yang menjelaskan gaya antar inti sehingga menghasilkan kemantapan inti atom mempunyai kekuatan sekitar 100 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi lemah merupakan penjelas untuk interaksi antar partikel bermuatan sehingga gaya yang dihasilkan dapat tarik-menarik atau tolak-menolak. Interaksi lemah mempunyai kekuatan sekitar 1010 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi elektromagnetik adalah interaksi yang menjelaskan peluruhan Beta, partikel-partikel dan inti. Terakhir, interaksi gravitasi yang memiliki kekuatan 1040 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi ini mengatur interaksi yang bekerja pada semua benda yang memiliki massa dengan gaya yang selalu tarik menarik.
Keempat gaya dasar itu sampai sekarang masih belum bisa dipadukan kedalam sebuah teori tunggal sehingga menghasilkan suatu Theory of Everything. Padahal ToE adalah teori yang ditunggu-tunggu karena teori ini akan bisa memberikan gambaran utuh tentang alam semesta kita; bagaimana ia berawal dan bagaimana ia kelak akan berakhir. Kita tahu bahwa alam semesta berasal dari suatu dentuman besar (big bang) yang terjadi miliaran tahun lalu. Dentuman besar itu juga melibatkan singularitas. Kita tidak dapat mengetahui apa yang terjadi pada selang waktu antara 0 detik hingga 10-43 detik setelah big bang. Selang waktu inilah yang menjadi tugas ToE. Saat ini kita hanya bisa mengetahui - sebagian melalui bangunan teori-teori - tentang apa yang terjadi sesudahnya.
Pada selang waktu antara 10-43 detik hingga 10-35 detik - mengacu pada model dentuman besar panas, sebuah model yang menjelaskan bahwa pada mulanya memiliki temperatur yang sangat tinggi yang kemudian mendingin dengan cepat - temperatur alam semesta turun dari 1032 derajat Kelvin menjadi 1028 derajat Kelvin, dan tingkat energi turun dari 1028 eV (elektron Volt) menjadi 1024 eV. Pada awal 10-35 detik setelah dentuman besar, energi alam semesta tidak lagi cukup untuk mempertahankan interaksi kuat sehingga interaksi kuat dibekukan (mengalami kehilangan energi). Interaksi lemah yang tersisa juga akan membeku pada satu detik setelah dentuman besar sehingga hanya menyisakan interaksi elektromagnetik dan gravitasi. Selanjutnya, mulai dari 180 detik hingga 100.000 tahun setelah dentuman besar, dan tingkat energi turun lagi hingga 13,6 eV, interaksi elektromagnetik dibekukan karena terbentuknya atom-atom netral. Mulai saat itu, interaksi gravitasilah yang berperan, dan alam semesta, galaksi, bintang, kemudian planet-planet, serta kehidupan mulai terbentuk.
Sangat sukar untuk membuat sebuah teori tunggal secara lengkap. Maka, sebagai gantinya, para ilmuwan telah merumuskan sejumlah teori secara parsial (per-bagian) dari teori penyatuan. Namun, pada akhirnya kita masih tetap berharap untuk bisa menemukan suatu teori penyatuan yang komplit dan konsisten yang memasukkan seluruh teori parsial yang ada. Namun upaya ke arah ini sama sekali tidak mudah. Einstein menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dalam upaya yang sia-sia untuk menemukan teori penyatuan. Tapi, ketika itu sang waktu mungkin memang belum siap. Masih sangat sedikit yang kita ketahui tentang daya nuklir pada masa itu. Terlebih, Einstein menolak untuk mempercayai kenyataan mekanika kuantum, meskipun mekanika kuantum terbukti telah memainkan peranan penting dalam pengembangan teori ini. Sampai sekarang terlihat bahwa ketidakpastian merupakan bagian yang penting dan mendasar dari alam semesta tempat kita hidup. Sebuah teori penyatuan yang berhasil harus berada dalam bagian-bagian dari prinsip tersebut.
Harapan-harapan untuk menemukan teori penyatuan kelihatan lebih realistis sekarang, karena kita telah mengetahui lebih banyak tentang alam semesta. Namun kita sebaiknya tidak sampai menjadi kelewat percaya diri dulu. Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, beberapa kali para ilmuwan merasa sudah dekat dengan ujung pencarian tentang hukum-hukum sains, namun penemuan selanjutnya justeru menyadarkan mereka bahwa sesungguhnya mereka masih belum bergerak kemana-mana.
Tapi, sejumlah ilmuwan seperti Stephen Hawking dkk percaya bahwa akhir dari pencarian ini cuma soal waktu saja, dan mungkin saatnya tidak akan terlalu lama lagi. Kita telah memiliki sejumlah teori parsial. Kita sudah punya teori relativitas umum, teori parsial gravitasi, teori parsial interaksi kuat dan lemah, serta teori parsial elektromagnetik. Tiga interaksi yang terakhir dapat dikombinasikan menjadi Grand Unified Theory (GUT). Ini tidak cukup untuk membentuk ToE karena teori tersebut tidak mencakup interaksi gravitasi. Kesukaran untuk menemukan sebuah teori yang menyatukan gravitasi dengan gaya-gaya lain adalah bahwa teori relativitas umum (yang menjelaskan tentang pengaruh medan gravitasi dalam semua proses fisika) merupakan teori klasik. Dalam hal ini, relativitas umum tidak mengambil bagian dalam prinsip ketidakpastian dari mekanika kuantum. Sebaliknya, teori-teori parsial lain bergantung pada cara yang esensial pada mekanika kuantum. Sebagai langkah awal, kita bisa mengkombinasikan teori relativitas umum dengan prinsip ketidakpastian, tetapi proses ini akan menghasilkan beberapa konsekuensi luar biasa yang mungkin bertentangan dengan pemahaman kita selama ini tentang fisika.
Saat ini, kandidat terkuat dari ToE adalah teori superstring (adidawai). Dalam teori ini, segalanya di alam semesta - semua partikel elementer dan interaksi dan bahkan ruang-waktu itu sendiri - dipandang sebagai sebuah dawai yang panjangnya kurang dari 10-33 cm, namun memiliki tegangan yang sangat besar. Dawai ini bergetar dan berputar dalam suatu semesta multi dimensi. Satu dimensi tambahan - selain dimensi panjang, lebar, kedalaman, dan waktu - secara matematis diperlukan untuk menghindari tachyons (partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya) dan ghosts (partikel yang dihasilkan dari probabilitas negatif). Dimensi-dimensi tambahan ini lantas termampatkan dan berpilin dalam bentuk lingkaran-lingkaran kecil yang tidak dapat diamati. Partikel elementer yang berbeda berhubungan dengan dawai yang berosilasi dengan tingkatan yang berbeda pula. [kalau bagian ini terasa absurd, maka bagi Anda, saya ucapkan “Welcome to the jungle” ]. Teori ini memungkinkan penggabungan medan gravitasi dengan ketiga interaksi lainnya. Namun demikian, sampai sekarang, belum ada satupun teori yang betul-betul dapat diandalkan untuk menggabungkan keempat jenis interaksi itu, karena hingga kini belum ada teori yang secara meyakinkan mampu menjelaskan adanya gravitasi kuantum.
Sabtu, 18 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar